SOPO - Dalam tatanan kehidupan masyarakat Batak, tingkatan martabat bisa dikatakan sejalan atau sesuai dengan hirarki tubuh. Artinya, kepala adalah anggota tubuh paling tinggi martabatnya. Sedangkan kaki adalah anggota tubuh paling rendah derajatnya.
Ulos Batak. |
Dalam pergaulan anak-anak nakal, hal ini juga kelihatan. Anak-anak Batak akan sangat tersinggung jika seseorang menyentil kepala atau telinganya. Maka di beberapa tempat, anak-anak menggunakan kepala dan telinga sebagai ukuran keberanian.
Misalnya, si anak akan dianggap jago kalau berani menyentil telinga teman atau lawannya. Sebaliknya, si anak yang telinganya disentil biasanya tidak akan diam. Dia akan melawan. Kepala atau telinga disentil adalah penghinaan.
Sedangkan anggota tubuh yang terendah martabatnya adalah telapak kaki. Jika seseorang berkata, "di toru ni palak ni pathon do ho (kau ada di bawah telapak kakiku ini)” sambil mengangkat kaki memperlihatkan telapaknya, maka itu adalah penghinaan kepada lawan bicaranya. Hal seperti itu biasanya dikatakan oleh orang yang sudah dilanda amarah dan siap berkelahi.
Dulu, dalam acara-acara pertemuan, telapak kaki selalu diusahakan tidak nampak ketika duduk bersila. Tradisi semacam ini masih tetap dijaga hingga sekarang karena memperlihatkan telapak kaki pada orang lain adalah pelanggaran etika.
Tentang derajat tubuh ini, juga dapat dipahami ketika seseorang minta maaf atau menyampaikan sembah hormat. Kepala menjadi bagian tubuh paling tinggi. Itu dapat kita baca dalam ungkapan "marsomba di sampulu jari tangan, pasampulu sada simanjujung (menyembah dengan sepuluh jari tangan, kesebelas dengan kepala)
Bagi orang yang suka berbohong, ada dikatakan dalam umpama Batak yang menegaskan makna bahwa berbohong itu derajatnya rendah seperti kaki. Umpama itu adalah: jempek do pat ni gabus, yang kalau diterjemahkan kira-kira berarti: kaki kebohongan itu sangat pendek, yang artinya sepintar apapun seseorang berbohong, tidak akan lama pasti ketahuan.
Banyak contoh lain yang menunjukkan kepada kita bahwa martabat Batak ini sesuai dengan hirarki tubuh. Kepala desa disebut pangulu, yang kata dasarnya adalah ulu (kepala). Kepala gereja disebut uluan ni huria, yang juga berasal dari kata ulu.
Demikianlah, orang Batak selalu menggunakan ulu untuk idiom terhormat, sedangkan pat digunakan sebagai idom untuk menggambarkan sesuatu yang rendah atau kurang bermartabat. Semoga bermanfaat! (berbagai sumber/int)
Loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar