Blog tentang Batak dan segala sesuatu tentangnya.

Kamis, 09 November 2017

Akhirnya, Parmalim Diakui Sebagai Agama, Masuk KTP dan KK


SOPO - Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang di Gedung MK, Selasa (7/11/17).

Ilustrasi.
Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing.

“Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama,” kata Arnol Purba, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak kepada wartawan BBC, Ayomi Amindoni.

Putusan MK menyebut kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk ‘kepercayaan’.

MK juga menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945. Berikut bunyi pasal 61:

Ayat (1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

Ayat (2) Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.

Dalam putusannya, MK menyatakan adanya kalimat “penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama” membatasi hak atau kemerdekaan warga negara pada agama yang diakui perundang-undangan.

“Konsekuensinya, secara a contrario, tanggung jawab atau kewajiban konstitusional negara untuk menjamin dan melindungi hak atau kemerdekaan warga negara untuk menganut agama…juga terbatas pada warga negara yang menganut agama yang diakui sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

“Hal inilah yang tidak sejalan dengan jiwa UUD 1945 yang secara tegas menjamin bahwa tiap-tiap warga negara merdeka untuk memeluk agama dan kepercayaan dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan itu.”

Tentang Malim

Agama ini merupakan sebuah kepercayaan ‘Terhadap Tuhan Yang Maha Esa’ yang tumbuh dan berkembang di Tano Batak sejak dahulukala. Debata Mulajadi Nabolon adalah pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh Umat Ugamo Malim.

Parmalim awalnya gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan kuno yang terancam disebabkan agama baru yang dibawa oleh Belanda. Gerakan ini lalu menyebar ke Tanah Batak menjadi gerakan politik atau ‘Parhudamdam’ yang menyatukan orang Batak menentang Belanda. Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum kematian Sisingamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing Pardede.

Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama Malim. Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk modern agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen, Katolik dan juga pengaruh agama Islam.

Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya, sepeti agama umumnya. Selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan arwah-arwah leluhur, belum ada ajaran yang pasti pahala atau hukuman atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya turunan.

Tujuan upacara agama ini memohon berkat Sumangot dari Debata Mula jadi Na bolon, dari arwah-arwah leluhur, juga dari tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti kaum Hula-hula (dari sesamanya). Agama ini lebih condong ke paham animisme. Agama ini bersifat tertutup, masih hanya untuk suku Batak, karena upacara ritualnya memakai bahasa Batak dan setiap orang harus punya marga, tidak beda dengan agama-agama suku-suku animisme di belahan bumi lainnya, sifatnya tidak universal.

Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah Debata Mula Jadi Na Bolon sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh Umat Ugamo Malim (Parmalim).

Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba yang masih ada sekitar kurang Lebih 5.000 KK di Kabupaten Tobasa dan berserak di sejumlah daerah perantuan.

Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim, namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Sipaha Sada (yaitu bulan Pertama) serta Si Pahalima (yaitu bulan Kelima) yang secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.

Oppu Mula Jadi Nabolon dipercaya sebagai pencipta alam semesta yang tak berwujud. Dia mengutus manusia sebagai perantaranya, yaitu Raja Sisingamangaraja, yang juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi adalah istilah untuk kesucian atau hamalimon serta jasa-jasa sang raja hingga akhir hayat yang tetap setia mengayomi Bangsa Batak. Dengan begitu, agama Parmalim meyakini Raja Sisingamangaraja dan utusan-utusannya mampu mengantarkan Bangsa Batak kepada Debata atau Tuhan. (berbagai sumber/int)

Loading...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar